MAKMUM MASBUK, Mulainya dari Mana?

Sering kan kalau kita akan mengikuti shalat berjama’ah namun imam sudah memulai shalat berjama’ah? Apakah itu kita datangnya pada pertengahan rakaat pertama, pada rakaat ke dua dan seterusnya. Maka kalau kondisinya sudah demikian berarti sudah terhitung masbuk. Nah, dalam keseharian saya melihat bermacam-macam cara orang masbuk. Ada yang setelah takbiratul ihram, dia langsung mengikuti imam, apakah pada saat itu imam sedang sujud, sedang duduk antara dua sujud atau duduk tasyahud akhir. Ada juga yang menunggu imam imam berdiri dahulu untuk rakaat berikutnya. Ada yang melihat situasi, kalau shalat belum hampir selesai dan imam belum tahyat askhir, maka ia menunggu dahulu imam berdiri, tapi kalau ternyata imam sudah tahyat akhir maka ia baru takbiratul ihram, kemudian mengikuti imam yang sedang tahyat akhir. Nah manakah cara masbuk yang benar menurut aturan syariahnya.? berikut sedikit saya berbagi tentang tata cara dan adab masbuk yang saya ambil dari berbagai sumber.

Siapakah Makmum Masbuk??

Masbuk sendiri dalam pengertian awam kita-kita adalah orang yang terlambat dalam mengikuti shalat berjama’ah. Namun terlambat yang bagaimana? Ulama memiliki 2 (dua) pandangan. Pendapat pertama yaitu pendapat Jumhur Ulama yang menyatakan bahwa seorang makmum disebut masbuq itu apabila ia tertinggal ruku’ bersama imam.   Jika seorang makmum mendapati imam sedang ruku’, kemudian ia ruku bersama imam, maka ia mendapatkan satu raka’at dan tidak disebut masbuq. Dan gugurlah kewajiban membaca surat al-Fatihah. Dalil-dalil dari pendapat yang pertama adalah sebagai berikut:
مَنْ أَدْرَكَ الرُّكُوْعَ فَقَدْ أَدْرَكَ الرَّكْعَةَ { أبو داود ، الفقه الإسلامي – سليمان رشيد 116 }116 }

Artinya: “Siapa yang mendapatkan ruku’, maka ia mendapatkan satu raka’at”. (HR. Abu Dawud, FIqh Islam-Sulaiman Rasyid : 116)
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلّى الله عليه و سلم : ” إِذَا جِئْتُمْ إِلَى الصَّلاَةِ وَ نَحْنُ سُجُوْدٌ فَاسْجُدُوْا وَ لاَ تَعُدُّوْهاَ شَيْئاً وَ مَنْ أَدْرَكَ الرَّكْعَةَ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاَةَ “ { رواه أبو داود 1 : 207،عون المعبود 3 : 145}

Dari Abu Hurairah, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : “ Apabila kamu datang untuk shalat, padahal kami sedang sujud, maka bersujudlah, dan jangan kamu hitung sesuatu (satu raka’at) dan siapa yang mendapatkan ruku’, bererti ia mendapat satu rak’at dalam sholat (nya)”. ( H.R Abu Dawud 1 : 207, Aunul Ma’bud – Syarah Sunan Abu Dawud 3 : 145 )

Jumhur Ulama berkata: “Yang dimaksud dengan raka’at disni adalah ruku’, maka yang mendapati imam sedang ruku’ kemudian ia ruku’ maka ia mendapatkan satu raka’at. (Al-Mu’in Al-Mubin 1 : 93, Aunul Ma’bud 3 : 145)
إِنَّ أَباَ بَكْرَةَ إِنْتَهَى إِلَى النَّبِيِّ صلّى الله عليه و سلم وَ هُوَ رَاكِعٌ فَرَكَعَ قَبْلَ أَنْ يَصِلَ إِلَى الصَّفِّ فَذَكَرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صلّى الله عليه و سلم فَقاَلَ : ” زَادَكَ اللهُ حِرْصاً وَ لاَ تُعِدْ “ { رواه البخاري، فتح الباري 2 : 381}

“ Sesungguhnya Abu Bakrah telah datang untuk solat bersama Nabi SAW (sedangkan) Nabi SAW dalam keadaan ruku’, kemudian ia ruku’ sebelum sampai menuju shaf. Hal itu disampaikan kepada Nabi SAW, maka Nabi SAW bersabda (kepadanya) : “ Semoga Allah menambahkan kesungguhanmu, tetapi jangan kamu ulangi lagi ”.

Sedangkan pendapat ke dua mengatakan kalau  seseorang itu masbuk pabila ia tertinggal bacaan surat Al-Fatihah. Ini adalah pendapat segolongan ulama.

Namun saya lebih cenderung ke pendapat pertama, dan juga berdasarkan pengamatan saya umumnya masyarakat di sini mengikuti pendapat pertama.

Bagaimanakah Seharusnya Makmum Masbuk?

Oke, setelah paham bagaimana masbuk tersebut, selanjutnya bagaimanakah cara masbuk yang benar dan dibenarkan oleh Nabi dan para ulama?
Apakah harus menunggu imam berdiri dahulu, atau kalau imam sedang tahyat akhir, baru mengikuti gerakan imam yang tahyat, atau mengikuti pada posisi mana imam saat makmum masbuk tsb memulai shalatnya. Biar hal ini tidak dibilang pendapat pribadi saya, maka saya menyertakan dalilnya. 🙂
Dalil Pertama:
Dari Abdul Aziz bin Rofi’ dari seorang laki-laki (yakni, Abdullah bin Mughoffal Al-Muzaniy) -radhiyallahu ‘anhu- berkata, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

إِذَا وَجَدْتُمُوْهُ قَائِمًا أَوْ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا أَوْ جَالِسًا, فَافْعَلُوْا كَمَا تَجِدُوْنَهُ, وَلاَ تَعْتَدُّوْا بِالسَّجْدَةِ إِذَا لَمْ تُدْرِكُوْا الرَّكْعَةَ

“Jika kalian mendapati imam dalam keadaan berdiri atau ruku’, atau sujud, atau duduk, maka lakukanlah sebagaimana engkau mendapatinya. Janganlah engkau memperhitungkan sujudnya, jika engkau tak mendapati ruku’nya”. [HR. Abdur Rozzaq dalam Al-Mushonnaf (2/281/no.3373), Al-Baihaqiy dalam Al-Kubro (2/296/no. 3434), dan Al-Marwaziy dalam Masa’il Ahmad wa Ishaq (1/127/1) sebagaimana dalam Ash-Shohihah (1188)]

Faedah : Kata ( الرَّكْعَةَ ) bisa bermakna raka’at, dan bisa juga bermakna ruku’. Namun dalam riwayat hadits Abdullah bin Mughoffal ini, yang dimaksud adalah ruku’. Hal itu dikuatkan oleh riwayat lain dari jalur Abdul Aziz bin Rofi’ di sisi Al-Baihaqiy dari Abdullah bin Mughoffal -radhiyallahu ‘anhu-

Dalil kedua
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

إِذَا جِئْتُمْ وَاْلإِمَامُ رَاكِعٌ فَارْكَعُوْا, وَإِنْ كَانَ سَاجِدًا فَاسْجُدُوْا, وَلاَ تَعْتَدُّوْا بِالسُّجُوْدِ إِذَا لَمْ يَكُنْ مَعَهُ الرُّكُوْعُ

“Jika kalian datang, sedang imam ruku’, maka ruku’lah. Jika ia sujud, maka bersujudlah, dan jangan perhitungkan sujudnya, jika tak ada ruku’ yang bersamanya”. [HR. Al-Baihaqiy dalam As-Sunan Al-Kubro (2/89/no.2409)]

Naaaahhhh… Saya pikir dari Hadist di atas udah terang menjelaskan bagaimana seharusnya makmum masbuk tersebut. Makmum masbuk harus mengikuti imam sebagaimana ia mendapati imam, apah imam sedang berdiri, rukuk ataupun sujud. Jadi salah jika makmum masbuk tersebut menunggu sampai imam berdiri untuk rakaat berikutnya, dan lebih parahnya  mengikuti imam kalau sudah kepepet, maksudnya jika imam sudah tahyat akhir baru ngikut biat terhitung shalat berjamaah juga.. 😀

Mungkin yang saya posting di sini bukanlah hal yang baru lagi bagi sebagian orang. Namun tidak sedikit juga, apakah itu teman, sahabat, saudara atau keluarga sendiri yang tidak tahu Ilmunya.
Ya, tentu alangkah baiknya – meskipun agak terlambat – untuk menggali ilmu untuk setiap ibadah yang kita lakukan. Karena bisa jadi dari kebiasaan yang kita temui atau diajarkan dulunya, ternyata bukan tata cara beribadah yang benar sesuai petunjuk rasul dan para ulama.

Oke, cuku demikian dahulu postingan kali ini. Semoga bermanfaat.

Pendapat, pandangan atau tambahan ilmu, silahkan di kolom komentar y.. 😀

21 pemikiran pada “MAKMUM MASBUK, Mulainya dari Mana?

  1. terima kasih, selama ini saya belum tahu dan bingung..
    satu lagi pertanyaan saya, apakah kita wajib melengkapi banyaknya raka’at atau mengikuti imam ?

    • Trims kunjungannya. Smg menambah manfaat.
      Benara, untuk makmum masbuk wajib melengkapi jumlah rakaat sebanyak yang tertinggal. Misal, makmum tersebut jumlah rakaat yang terhitung dia mengikuti imam dalam shalat Zuhur sebanyak 3 rakaat. Maka setelah mengikuti imam sampai akhir, saat imam selesai salam, makmum langsung menyambung sebanyak rakaat yang tertinggal tanpa salam terlebih dahulu.

  2. aduh… tulisan arabnya kekecilan,,, 😦 padahal saya pengen banget belajar ini.. pengen belajar sama dalilnya juga.. soalnya kalo saya pribadi udah tahu peraturannya, tapi pas ada yang nanya “kata siapa itu teh?” saya bingung jawabnya…

  3. waah makasih infonya, ngebantu banget 🙂
    mau tanya nih, kalau kita jadi makmum masbuk perlu ga sih kita baca iftitah? (misalnya biarpun kita baru ikut berjamaan pada rakaat kedua atau ketiga)
    makasih sebelumnya

  4. Assalamu alaikum mas aku pernah melihat orang masbuk dmesjid dia trlambat satu rakaat dan pada saat imam mengucapkan salam dia jg ikut salam trus berdiri lagi untuk melanjutkan sholat apakah ini di benarkan

Tinggalkan Balasan ke Ukasya Batalkan balasan